Melatih Keberanian Anak

Bertemu orang baru, lingkungan baru, berhadapan dengan orang banyak, bagi sebagian anak bisa jadi hal yang menakutkan. Di awal sekolahnya masih banyak kita jumpai anak-anak yang akhirnya tidak jadi masuk ke kelasnya dan menangis sambil tetap berpegangan pada orang tua atau pengasuh yang mengatarkannya. Atau mau masuk ke kelas dan bermain bersama guru dan teman-temannya asalkan orang tua atau pengasuhnya harus selalu mendampingi. Tapi sebagian anak ada yang langsung bisa beradaptasi dengan sekolah barunya. Pernah saya mendengar juga seorang Ayah yang memarahi anaknya karena tidak berani naik ke atas panggung saat pertunjukkannya dimulai padahal selama latihan di sekolah tidak ada masalah, “Ayo cepet sana, percuma latihan, percuma sudah dandan begitu, tuh lihat temen2mu aja berani. Jangan nangis, beraninya jago kandang!”. Anak tersebut malah semakin keras nangisnya dan berlari menjauh dari panggung.

Beberapa contoh tersebut adalah  hal yang sering kita jumpai bahkan mungkin kita alami sendiri. Anak-anak yang masih belum berani bukan berarti dia benar-benar tidak berani. Bahkan anak yang sudah dinilai pemalu sekalipun bisa tiba-tiba mengejutkan kita dengan keberaniannya menyanyi di atas panggung dengan penonton yang banyak. Keberanian untuk berinteraksi dengan orang baru, lingkungan baru  dan tampil percaya diri di hadapan banyak orang memang tidak bisa begitu saja dapat dilakukan oleh seorang anak tapi semua anak akan bisa melakukannya jika mereka memang sudah terlatih sebelumnya.

Pengenalan keberanian ini bisa dimulai pada anak sedini mungkin.

–          Sejak bayi. Sejak bayi kita mulai bisa melihat, tidak ada salahnya kita mengenalkannya pada keluarga baru dan keluarga besarnya. Mengajaknya mulai berinteraksi dengan orang lain, mulai dari orang-orang terdekat. Bahkan saat kita mengajaknya untuk berjalan-jalan sore, bisa juga berinteraksi dengan tetangga.

–          Orang tua sebagai moderator. Banyak hal yang tentu belum diketahui anak-anak. Sebagai orang tua bisa menjadi moderator bagi anak-anaknya. Berikan penjelasan sebelum anak akan menemui hal baru. Misal kita akan bertamu ke rumah saudara, jelaskan terlebih dahulu kepada anak, tujuan, dengan siapa akan bertemu, sekilas tentang gambaran tuan rumah nantinya dan bagaimana anak harus bersikap. Setidaknya anak merasa sudah siap dengan apa yang akan dihadapi. Dan saat bertemu dengan orang baru, usahakan anak jangan langsung ditinggal, kenalkan anak dan dorong anak untuk bisa mengenalkan dirinya sendiri.

–          Berteman. Anak-anak cenderung lebih tertarik dengan orang lain yang sebaya. Biasakan mereka bisa berinteraksi dan bermain bersama teman-temannya. Bagaimana jika tidak ada orang lain yang sebaya dengan anak kita? Ya minimal ada waktu kita mengenalkan mereka pada anak-anak lain, bisa dari anak-anak keluarga besar kita, anak teman atau bisa ke tempat bermain yang biasanya memang banyak dikunjungi anak-anak.

–          Pupuk percaya diri. Sekecil apapun hal yang dapat dilakukan anak-anak, berikan apresiasi dan penghargaan sehingga anak merasa usahanya tidak sia-sia. Semakin lama pujian bisa ditambahkan dengan masukan-masukan untuk anak bisa melakukan lebih baik lagi. Jika anak merasa belum berhasil dengan apa yang ingin dia capai, terus besarkan hatinya dan terus memberinya semangat.

–          Simulasi. Kita bisa melakukan simulasi keberanian di rumah. Misal dengan bermain sandiwara dengan peran sebagai penyayi, penari, reporter dan lain-lain. Atau untuk persiapan masuk sekolah, orang tua bisa mengenalkan sekolah barunya dengan datang ke sokolah. JIka anak belum berani, bisa dijelaskan dari jauh tentang sekolahnya. Atau bisa datang saat tidak ada kegiatan di sekolah.

–          Pastikan bahwa anak-anak merasa bahwa dia aman. Setelah anak diberi penjelasan cukup tentang apa yang sebaiknya dia lakukan, semangati anak untuk bisa melakukannya sendiri dan yakinkan dia bahwa kita ada di situ juga menjaganya. Saat anak sudah berani, usahakan jangan palingkan pandangan kita ke hal lain. Fokuskan perhatian kita ke anak dulu. Kemungkinan saat mata mereka mencari rasa aman dengan mencari kita, kita masih memandangnya dan tersenyum padanya. Bisa juga ditambahkan acungan jempol tanda kita bangga terhadapnya.

–          Jangan memaksa. Jika memang anak belum mau untuk melakukan sesuatu yang menurut kita berani, sebaiknya jangan dipaksakan. Mungkin lain waktu bisa dicoba lagi.

Dan masih banyak hal lain lagi yang dapat dilakukan untuk melatih anak menjadi berani. Tiap keluarga juga pasti mempunyai cara yang berbeda-beda. Saya pun kadang masih kesulitan untuk membujuk anak-anak menjadi anak-anak yang lebih berani. Yang jelas keberanian itu tetap harus ditanamkan untuk terus menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Sangat disayangnya jika ada orang-orang pintar tapi tidak ketahuan karena tdak berani mengutarakan pendapat. Orang-orang berbakat yang harus rela diam dan hanya melihat saja ada orang lain yang lebih berani menunjukan kemampuannya. Ok Moms, semoga anak-anak kita bisa menjadi anak-anak yang berani ya 🙂

2 pemikiran pada “Melatih Keberanian Anak

  1. Tipsnya bagus Mba Rully, buat bekal pengetahuanku untuk mendidik Hanuun.

    Btw, Kaira masuk sekolah umuran berapa gitu Mba?
    Owh, ini ya fotonya Mba Nisha saat lomba kemarin. Selamat ya buat Mba Nisha…hebat euy!!! #suara merdunya nurun darimu ya Mba? hehehe

  2. Setuju sama semua tipsnya, jeng. Semoga anakku juga jadi anak yang selalu percaya diri dan berani. Sejauh ini sih keliatannya seperti itu, moga terus seperti itu. Thanks for sharing ya jeng Rully 🙂

    Ah, Nisha dan Kaira memang bikin bangga!

Tinggalkan komentar